Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 141 kasus, selama berdiri sejak 2003. Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, keseluruhan kasus itu bahkan telah terbukti di persidangan. "Jika kita merujuk pada data dan fakta, selama KPK berdiri telah melakukan 141 kali OTT, yang 100 persen terbukti di persidangan," kata Ali dalam keterangannya, Senin (10/1/2022).

Kendati demikian kata Ali, hingga kini masih banyak pihak yang menduga penangkapan yang dilakukan oleh KPK merupakan upaya untuk menggiring sebuah opini atau persepsi publik. Padahal dirinya meyakinkan, pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK mengedepankan azas dan norma hukum yang berlaku serta tanpa tebang pilih. "Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya KPK berpedoman pada azas azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," ucap Ali.

Atas hal itu, dirinya meminta kepada seluruh pihak termasuk publik untuk saling bekerja sama dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. Ali juga mengatakan, eskipun berbagai opini mengemuka di ruang publik, lembaga antirasuah itu akan terus fokus untuk merampungkan proses penyidikan dan penuntutnya. "Sehingga nantinya, Majelis Hakim lah yang akan memutus sesuai kewenangan dan independensinya, apakah pihak pihak dimaksud dalam OTT atas perkara korupsi pegadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Kota Bekasi ini terbukti bersalah atau tidak," tukasnya.

Kekinian, operasi tangkap tangan (OTT) KPK dilakukan terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen. Diketahui, penangkapan Rahmat Effendi merupakan OTT pertama KPK di 2022. "Operasi tangkap tangan pada awal tahun 2022 ini menjadi wujud komitmen KPK untuk terus berikhtiar serius dalam upaya pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan," kata Firli.

KPK telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintahan Kota Bekasi. Rinciannya, lima orang diduga sebagai penerima dan empat lainnya diduga sebagai pemberi. Para tersangka yang diduga menerima yaitu Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Bekasi, Jumhana Lutfi.

Sedangkan empat tersangka diduga pemberi yaitu Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; Lai Bui Min alias Anen, swasta; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin. Dalam kasus ini, Rahmat Effendi diduga menerima suap terkait proyek dan juga jual beli jabatan. Selain itu, Rahmat juga diduga menerima gratifikasi serta melakukan pungutan liar terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.

Dari hasil korupsi tersebut, diduga Rahmat menerima miliaran rupiah. Kendati demikian KPK belum merinci angka pastinya. Di sisi lain, KPK sudah menyita Rp5,7 miliar dari hasil OTT Rahmat.

Atas perbuatannya, Rahmat Effendi dkk dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 f dan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sementara pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *